Google Search

Custom Search

Friday 18 October 2013

Problematika Perizinan dan Pengendalian Tower Telekomunikasi Seluler di Kota Solo


Solo - Ratusan warga RT005/RW 16 Kadipiro, Banjarsari menggeruduk kantor Kelurahan Kadipiro, Kamis (13/6) malam. Kedatangan massa buntut protes pendirian tower seluler di lingkungan setempat. Ratusan massa berdatangan ke kantor kelurahan sejak pukul 21.00WIB. Massa datang dengan membawa poster berisi penolakan pendirian tower. Kedatangan massa ditemui langsung Lurah Kadipiro Sugeng Budi Prasetyo didampingi tim teknis PT Protelindo Subur Rahman. Dalam kesempatan itu, Lurah Kadipiro Sugeng menyampaikan proses pendirian tower masih dalam tahap sosialiasasi ke warga. Hingga kini proses pendirian tower belum sampai pada tingkat perizinan di Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Massa kemudian meminta ketegasan pihak kelurahan akan pendirian tower tersebut. Namun tidak ada kepastian apa pun hingga massa walkout meninggalkan kantor kelurahan. Massa kecewa lantaran tidak ada ketegasan penolakan pendirian tower. Tim teknis PT Protelindo selaku pendiri tower Subur Rahmat mengklaim pemilihan lokasi pendirian tower sudah memenuhi peraturan daerah (Perda) tentang tower. Pihaknya juga mengklaim telah melakukan rapat bersama dengan RT/RW setempat dan telah disepakati pendirian tower tersebut. Pihaknya bahkan siap memberikan kompensasi senilai Rp75 juta atas pembangunan tower. Dia mengatakan hanya berpegangan pada Perda tentang pendirian tower. Pihaknya mengaku telah mengantongi izin dari warga yang bersinggungan secara langsung. Ihwal kekhawatiran dampak kesehatan atas pendirian tower, pihaknya menuturkan radiasi tower dalam batas standar sesuai pengecekan dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Artinya tidak ada dampak yang akan ditimbulkan dari sinar radiasi tersebut. Ada jaminan asuransi juga dampak tower. Jadi masyarakat jangan khawatir tentang radiasi tower itu.

Protes terhadap keberadaan tower di perkampungan kembali disuarakan warga. Kali ini, warga RW 006, Mojosongo, mengeluhkan tower yang berdiri di RT 002. Keluhan tersebut disampaikan melalui surat ke Wali Kota dan ditembuskan ke DPRD. Dalam surat tersebut menyebutkan keberatan warga lantaran keberadaan tower mengganggu kenyamanan dan menyebabkan ketakutan karena tower di sekitar rumah warga. Warga menghawatirkan keberadaan tower bakal mengganggu kesehatan mereka.Secara sosial, tower tersebut juga bisa menyebabkan bentrokan antarwarga lantaran secara ekonomis hanya menguntungkan kelompok kecil dan merugikan sebagian masyarakat yang tinggal di RT 001, RT 002 serta RT 003. Warga juga mengaku ketakutan jika tower sewaktu-waktu roboh. Ketua RW 006, Ramelan, membenarkan adanya surat protes tersebut. Dijelaskannya, tower tersebut sudah berdiri di kawasan itu sekitar 10 tahun ini. Hanya, pihaknya tak mengetahui persis pemilik tower tersebut.Dia menuturkan kali pertama tower berdiri pemilik pernah berkomunikasi dengan warga. Salah satu iktikad tersebut berupa memberikan jaminan kesehatan kepada warga.Ramelan menjelaskan keberatan warga terhadap keberadaan tower lantaran ada pihak mengaku dari perwakilan pemilik tower yang menyatakan perpanjangan tak perlu mendapat izin warga.Warga semakin dibuat jengkel saat mengetahui tower dijaga oleh orang-orang berbadan kekar. Lantaran hal tersebut, warga meminta Wali Kota meninjau kembali terkait perizinan tower serta menutup dan membongkar bangunan tower tersebut. Ketua DPRD Solo, Y.F. Sukasno, menjelaskan pihaknya sudah ditemui oleh penanggung jawab tower. Diakuinya, saat surat permohonan masuk, pihaknya sulit melacak pemilik tower lantaran tak tercatat di dinas. Lebih lanjut, Sukasno menjelaskan kejadian tersebut menjadi warning para pengelola tower lain. Kalau perizinan sudah habis, sebelum warga protes sebaiknya  mekanisme perizinan segera diurus mulai dari warga, RT, RW hingga kelurahan.

Maraknya protes terhadap pendirian menara telekomunikasi atau tower membuat Pemkot turun tangan. Dalam waktu dekat, Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo akan mengendalikan pembangunan tower lewat Perwali tentang Bangunan.Kepala DTRK, Endang Sitaresmi, saat ditemui wartawan di Balai Kota, Rabu (11/9/2013), mengakui selama ini belum ada aturan khusus yang mengatur soal pembangunan menara telekomunikasi. Alhasil, banyak pendirian tower yang dikeluhkan lantaran dinilai mengganggu kesehatan dan memicu bentrokan. Terakhir, tower yang berada di RT 002/RW 006 Mojosongo, Jebres, menjadi sasaran kemarahan warga. Keberadaan tower disebut hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat. Pembangunan tower harus segera dikendalikan. Sayangnya, sampai sekarang belum ada aturan jelas soal pendirian bangunan itu. Selama ini penyedia layanan telekomunikasi bisa langsung mendirikan tower sepanjang memiliki lahan. Pihaknya mengakui aspek frekuensi, sinyal dan teknis lain sudah diatur Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Solo. Hanya, aturan tersebut seringkali tak mampu menyelesaikan dampak sosial dan lingkungan dari pembangunan. Sita mengatakan pendirian tower tanpa pengendalian sama saja mengancam penataan kota .Mumpung sekarang belum terlalu parah perlu segera dicermati Perda No.8/2009 tentang Bangunan untuk teknis pengendaliannya. Pihaknya mengatakan, Perda tersebut akan menjadi panduan dalam menyusun juklak-juknis yang diatur Perwali.  Sita berupaya pengendalian pembangunan tower tetap bersolusi tanpa harus menghambat perkembangan jasa komunikasi.
Dengan adanya penataan, diharapkan akan lahir petunjuk teknis pendirian tower. Misalnya saja, tower-nya untuk berapa provider? Nanti kita kendalikan. Kalau bangunan sudah izin cuma sekali Rp 750.000, Rp 1.000.000. Izin hanya cagak (tiang). Tapi provider  izinnya tidak ke Pemkot tapi ke pemilik tiang itu. Ini yang harus dikendalikan.  Hal ini perlu dikaji ulang mengingat dampak ke masyarakat yang diakibatkan oleh tower-tower itu cukup besar.  Sita menargetkan perwali bisa selesai sebelum akhir tahun .Pemkot segera meminta masterplan tempat tower didirikan. Di samping menyusun perwali, pihanya mengusulkan pendirian menara tower bersama. Menurutnya, hal itu bisa menjadi alternatif solusi permasalahan di masyarakat. Sementara itu, Kepala Seksi Telekomunikasi Dishubkominfo, Surya Dewantara merekomendasikan sejumlah titik menara seluler untuk dijadikan central tower. Dia mengklaim operator seluler tak berkeberatan dengan rencana tersebut. Sudah ada yang mengajukan pembangunan menara yang dipakai lebih dari satu operator seluler.Pembangunan menara bersama, dirasa lebih efektif karena tak perlu membutuhkan lahan baru.  

Adanya pendirian tower yang tidak memenuhi persyaratan, atau tidak dilengkapi izin dan rekomendasi pihak- pihak terkait, kerap kali menjadi keluhan masyarakat terutama yang yang berada di sekitar bangunan tower tersebut.Atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Solo, Yosca Herman Soedrajad mengimbau kepada masyarakat untuk mengawasi setiap pendirian tower di daerahnya masing-masing. Yosca menjelaskan, Bila pemerintah di kelurahan dan kecamatan mengetahui pendirian tower bermasalah, hendaknya segera mengambil tindakan, baik berupa memberikan teguran, sampai kepada upaya pembongkaran. Pelaporan itu sendiri, lanjutnya, dapat dilakukan kepada instansi terkait. Pendirian Tower diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 18/PER/M.KOMINFO/03/2009, tentang Tata Cara Dan Proses Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran Oleh Pemerintah daerah Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Lanjutnya, pendirian tower bisa dikatakan legal manakala sudah mendapat surat rekomendasi dari Dishubkominfo serta telah dilakukan beberapa kali uji fungsi. Termasuk harus mendapat ijin dari lingkungan dan warga sekitar, di sekitar lokasi pendirian tower. Jika memang masyarakat merasa terganggu akan radiasi tersebut, bisa melampirkan Surat Izin Gangguan (HO)/Persetujuan lingkungan masyarakat setempat.api sebelumnya, awal pendirian tower itu sudah bisa kelihatan apakah menimbulkan gejolak atau tidak. Disitu masyarakat yang sadar lingkungan juga harus ikut mengawasi agar tidak menimbulkan polemik.

Pemkot Surakarta bakal menarik retribusi terhadap operasional tower telekomunikasi di Kota Solo. Hal ini dilakukan guna mengendalikan pertumbuhan menara tersebut. Penarikan retribusi ini dilakukan sebagai bentuk kompensasi atas pengendalian tower. Selama ini, pemilik tower tidak ditarik retribusi, kecuali saat mereka mengajukan perijinan pembangunan seperti IMB. Penarikan retribusi tersebut  bakal diberlakukan mulai 2014. Pihak Dishubkominfo akan mencantumkan ketentuan penarikan retribusi, dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9/2011 tentang Retribusi Daerah. Data yang dimiliki Dishubkominfo menunjukkan, saat ini beroperasi 129 tower telekomunikasi di Kota Solo. Menurut Surya, seandainya setiap tower ditarik retribusi Rp 2,5 juta – Rp 3 juta per tahun, maka setiap tahunnya pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor tersebut bisa mencapai Rp 350 juta. Namun, Tidak semata-mata memburu PAD, Kebijakan ini juga menjadi salah satu upaya menata ulang keberadaan tower telekomunikasi (cellular plan di Solo).  Jika tidak dikendalikan, maka diprediksi dalam 10 tahun ke depan Solo akan dijejali 300 tower. Pesatnya perkembangan industri telekomunikasi di Solo juga memaksa Dishubkominfo memberlakukan zonasi dalam pendirian tower. Pemda juga tengah mendorong pelaku industri telekomunikasi, untuk mendirikan tower bersama. Mulai tahun depan, pendirian tower bersama ini akan lebih diprioritaskan, karena saat ini hanya 25 persen menara yang tercatat sebagai tower bersama. Lebih jauh Surya menjelaskan, pihaknya juga menyarankan para pelaku industri telekomunikasi untuk membangun tower di atas gedung atau rooftop.Tower berkonsep rooftop akan lebih menguntungkan, baik dari segi estetika maupun lingkungan. Pasalnya, tidak jarang keberadaan tower justru menimbulkan penolakan dari warga di sekitarnya.

No comments:

Post a Comment