Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler adalah izin yang diberikan untuk kegiatan pendirian bangunan menara telekomunikasi seluler.
Dasar Hukum :
1. Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi
Syarat-syarat yang harus dipenuhi:
- Bukti kepemilikan tanah (rangkap 2)
- Denah Bangunan 1 : 100 (rangkap 2)
- Dokumen lingkungan dari Kantor Pengendalian dampak lingkungan Kab. Sleman (rangkap 4)
- Gambar Teknis Tampak, Potongan, Renc, Pondasi 1 : 100 (rangkap 2)
- Grounding / penangkal petir yang disahkan oleh Dinas Nakernas Sleman (rangkap 4)
- Kesanggupan membongkar menara apabila sudah tidak dimanfaatkan kembali bermaterai Rp. 6000,- (rangkap 2)
- Mengisi Formulir permohonan bermaterai
- Perhitungan Struktur/ Konstruksi dan Gambarnya (rangkap 2)
- Peta Lokasi dan situasi (rangkap 2)
- Rekomendasi Ketinggian dari Lanud Adisucipto & Dinas Perhubungan (rangkap 4)
- Surat Kuasa Sah dari Perusahaan apabila diurus oleh pihak lain bermaterai Rp. 6000.- (rangkap 2)
- Surat kerelaan/ perjanjian penggunaan/ pemanfaatan tanah (rangkap 2)
- Surat pernyataan sanggup menepati janji sosialiasasi bermaterai Rp. 6000,- (rangkap 2)
- Surat pernyataan sanggup mengganti kerugian kepada warga apabila terjadi kerugian/ kerusakan yang diakibatkan oleh keberadaan menara bermaterai Rp. 6000,- (rangkap 2)
- Surat pernyataan sanggup untuk digunakan secara bersama (rangkap 2)
- Surat persetujuan dari warga sekitar dalam radius 1.5 kali tinggi menara yang diketahui oleh Dukuh, Lurah dan Camat setempat setelah dilakukan sosialisasi obyektif tentang menara kepada masyarakat sekitar (rangkap 4)
- Uji penyelidikan tanah (rangkap 2)
Beberapa waktu terakhir ini di sejumlah daerah telah diberlakukan kebijakan oleh Pemerintah Daerah masing-masing untuk melakukan penataan ulang dan pembenahan keberadaan dan pembangunan menara telekomunikasi. Terhadap berbagai langkah tersebut, pada prinsipnya Departemen Kominfo sangat mendukung sejauh tidak bertentangan denganPeraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, dimana salah satu pertimbangan utama peraturan tersebut adalah bahwasanya bagi tujuan efisiensi dan efektivitas penggunaan menara telekomunikasi harus memperhatikan factor keamanan lingkungan, kesehatan masyarakat dan estetika lingkungan. Dengan demikian , seandainya sejumlah Pemda memang bermaksud melakukan penataan ulang kawasan lingkungannya adalah sangat wajar supaya tidak diperburuk oleh berbagai fisik bangunan yang berkontribusi merusak estetika dan keindahan lingkungan termasuk dari pendirian menara telekomunikasi sekalipun.
Namun demikian, dari sejumlah rancangan maupun Peraturan Daerah yang sedang disusun dan sudah diterbitkan, perlu kiranya beberapa hal harus diperhatikan oleh Pemda, yaitu:
Sesuai dengan Pasal 3, disebutkan: (1) Pembangunan Menara dapat dilaksanakan oleh: a. Penyelenggara telekomunikasi; b. Penyedia Menara; dan/atau c. Kontraktor Menara.; (2) Pembangunan Menara harus memiliki Izin Mendirikan Menara dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (3) Pemberian Izin Mendirikan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (4) Penyelenggara Telekomunikasi, Penyedia Menara, dan atau Kontraktor Menara dalam mengajukan Izin Mendirikan Menara wajib menyampaikan informasi rencana penggunaan Menara Bersama. Pasal tersebut mengisyaratkan, bahwa pembangunan menara tidak semata-mata hanya dapat dilakukan oleh kontraktor menara, tetapi juga dapat dilakukan oleh penyedia menara dan atau juga penyelenggara telekomunikasi. Pasal ini perlu dipertegas untuk menunjukkan agar Pemda tidak boleh memaksakan hanya dilakukan oleh kontraktor menara yang ada di daerah tersebut saja, apalagi jika dengan kebijakan monopoli, karena ini juga dapat dianggap bertentangan dengan Pasal 15 yang menyebutkan, bahwa Pemerintah Daerah harus memperhatikan ketentuan hukum tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam pembangunan Menara pada wilayahnya.
Sesuai dengan Pasal 4, disebutkan: (1) Pemerintah Daerah harus menyusun pengaturan penempatan lokasi Menara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (2) Pemerintah Daerah dalam menyusun pengaturan penempatan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan aspek – aspek teknis dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan prinsip-prinsip penggunaan Menara Bersama. (3) Pengaturan penempatan lokasi Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, dilakukan dengan mekanisme yang transparan dan dengan melibatkan peran masyarakat dalam menentukan kebijakan untuk penataan ruang yang efisien dan efektif demi kepentingan umum. Pasal tersebut mengisyaratkan, bahwa dalam pembuatan Rencana Induk Menara Telekomunikasi Terpadu (RIMTT ), Pemda tetap harus memperhatikan ketentuan tersebut, dan lagi yang perlu diperhatikan tidak hanya coverage tetapi juga harus memperhatikan faktor kapasitas agar bisa memenuhi trafik saat ini dan dimasa mendatang. Yang juga perlu diperhatikan oleh Pemda adalah, bahwasanya ada beberapa penempatan antena di atas bangunan atau papan iklan secara kamuflase merupakan sarana yang sangat efektif untuk mengurangi jumlah tower dalam penyediaan infrastruktur telekomunikasi seluler. Ini tidak perlu harus dilarang, tetapi harus dipertimbangkan unsure estetika, efektivitas dan efisiensinya.
Pembatasan penempatan antenna telekomunikasi hanya pada menara terpadu seperti yang direncanakan oleh beberapa Pemda tertentu pada sejumlah menara tertentu secara teknis sangat tidak memadai dari aspek coverage (cakupan) dan kapasitas. Secara cakupan/ coverage, penempatan antenna hanya pada menara terpadu tertentu tidak akan mampu memberikan kualitas sinyal yang baik terutama di daerah yang padat dan di dalam gedung bertingkat. Karena dengan teknologi yang digunakan sekarang (GSM, CDMA & WCDMA) mempunyai keterbatasan dalam memancarkan sinyal untuk penetrasi ke dalam gedung/ bangunan. Akibatnya akan terjadi banyak daerah blank spot atau tidak terlayani sinyal. Dengan alasan inilah yang menyebabkan saat ini semua penyelenggara telekomunikasi mempunyai antenna yang ditempatkan pada tiang di atas gedung (rooftop) pada hampir semua hotel, mall dan rumah sakit dan lain-lain untuk keperluan indoor coverage (cakupan dalam gedung). Lebih lanjut, pembatasan jumlah menara hanya dengan jumlah titik tertentu akan membatasi kapasitas jaringan karena kapasitas maksimum 1 BTS adalah 2.500 s/d 3.000 pelanggan. Jadi kapasitas maksimum jaringan dengan 49 menara hanya akan mampu melayani 147.000 pelanggan. Padahal jumlah rata-rata pelanggan seluler suatu penyelenggara telekomunikasi di suatu daerah dapat berjumlah misalnya antara 250.000 s/d 300.000 pelanggan. Maka dapat dibayangkan akan terjadi kondisi overload pada jaringan milik penyelenggara telekomunikasi yang bergabung dalam menara terpadu yang berakibat pelanggan akan merasakan dampaknya yakni sulit atau tidak bisa untuk melakukan atau menerima panggilan.
Sesuai dengan Pasal 8, disebutkan: Izin Mendirikan Menara di kawasan tertentu harus memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk kawasan dimaksud. Klausul ini lebih ditujukan kepada para penyelenggara telekomunikasi, penyedia menara dan atau kontraktor menara, agar mematuhi ketentuan yang berlaku untuk daerah tersebut. Hanya saja, Peraturan Daerah yang berlaku tetap tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.
Sesuai dengan Pasal 16, disebutkan: (1) Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara, Penyedia Menara, dan/atau Pengelola Menara berhak memungut biaya penggunaan Menara Bersama kepada Penyelenggara Telekomunikasi yang menggunakan Menaranya; (2) Biaya penggunaan Menara Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara atau Penyedia Menara atau Pengelola Menara dengan harga yang wajar berdasarkan perhitungan biaya investasi, operasi, pengembalian modal dan keuntungan. Pasal tersebut mengisyaratkan, bahwa: Pemda memang berhak memungut biaya, namun harus berpedoman pada biaya yang wajar. Ini perlu ditekankan untuk menghindari pembebanan biaya yang berlebih-lebihan dan pada akhirnya justru akan dibebankan secara tidak langsung pada pengguna layanan telekomunikasi, yaitu suatu esensi yang kontra produktif dengan kebijakan penurunan tarif telekomunikasi. Sebagai contoh nyata, ada suatu Pemda yang menetapkan harga sewa menara yang sangat tinggi yakni 43% lebih tinggi dari tariff/ harga sewa menara rata-rata dari provider lain. Selain itu juga mewajibkan penyelenggara telekomunikasi sebagai calon pengguna menara terpadu untuk menyewa transmisi (E-1) dengan harga tinggi padahal penyelenggara telekomunikasi telah memiliki infrastruktur transmisi sendiri baik melalui radio maupun fiber optic.
Sesuai dengan Pasal 21, disebutkan: Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran, peringatan, pengenaan denda, atau pencabutan izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Pasal tersebut mengisyaratkan, bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memang dapat memberikan sanksi, namun demikian prosedur hukum harus tetap ditempuh, seperti misalnya adanya peringatan pertama, kedua dan ketiga, serta kemudian verifikasi terlebih dahulu sebelum dijatuhkan adanya pencabutan izin. Dengan demikian tidak langsung ditertibkan dengan dirobohkan langsung misalnya. Hal ini selain secara hukum dapat berpotensi bertentangan dengan Pasal 20 yang menyebutkan: (1) Penyelenggara Telekomunikasi atau Penyedia Menara, yang telah memiliki Izin Mendirikan Menara dan telah membangun Menaranya sebelum peraturan ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini paling lama 2 (dua) tahun sejak peraturan ini berlaku; (2) Penyelenggara Telekomunikasi atau Penyedia Menara, yang telah memiliki Izin Mendirikan Menara namun belum membangun Menaranya sebelum peraturan ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini. Juga berpotensi mudah menimbulkan tuntutan balik secara hukum dari penyelenggara telekomunikasi, penyedia menara dan atau kontraktor menara yang merasa dirugikan. Penertiban yang dilakukan secara gegabah dalam bentuk pembongkaran secara massal dapat berpotensi menyebabkan jaringan telekomunikasi seluler dan PSTN di seluruh wilayah tertentu mudah cepat mengalami kelumpuhan total (black out) dan langsung merugikan kepentingan pelangguna layanan telekomunikasi.
Penertiban menara telekomunikasi tetap harus mengutamakan pada kepatuhan hukum, koordinasi antar instansi dan penyediaan kualitas layanan yang baik, karena seandainya terbukti berpotensi mengurangi kualitas layanan yang ada, maka akan menimbulkan masalah dan pelanggaran oleh penyelenggara telekomunikasi atas dasar adalah Peraturan Menkominfo No. 10/PER/M.KOMINFO/4/2008 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Telefoni Dasar Pada Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh, Peraturan Menkominfo No. 11/PER/M.KOMINFO/4/2008 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar Pada Jaringan Tetap Lokal, Peraturan Menkominfo No. 12/PER/M.KOMINFO/4/2008tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar Pada Jaringan Bergerak Seluler, Peraturan Menkominfo No. 13/PER/M.KOMINFO/4/2008 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar Pada Jaringan Tetap Mobilitas Terbatas, dan Peraturan Menkominfo No. 14/PER/M.KOMINFO/4/2008 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar Pada Jaringan Tetap Sambungan Internasional.
Sebaliknya, kepada para penyelenggara telekomunikasi juga perlu diingatkan:
Harus mematuhi ketentuan yang berlaku di setiap daerah berdasarkan Peraturan Daerah yang berlaku sepanjanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi, misalnya Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi. Kepatuhan ini penting, karena seandainya terjadi persoalan di suatu daerah, maka daerah tersebutlah yang langsung terkena dampaknya.
Meskipun aturan yang disebut pada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, menyebutkan, bahwa hak Pemda Tingkat II dalam pembangunan menara adalah dalam pemberian IMB, namun demikian penyelenggara telekomunikasi harus menyadari, bahwa di luar ketentuan tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti misalnya surat rekomendasi dari masyarakat sekitarnya, surat kesanggupan bertanggung jawab seandainya terjadi kerusakan yang merugikan masyarakat sekitarnya dan sosialisasi pada masyarakat sekitarnya.
Seandainya IMB memang belum diterbitkan, penyelenggara telekomunikasi harus konsisten mematuhinya dalam pembangunannya, karena pengalaman menyebutkan, bahwa sebagian penyelenggara telekomunikasi pun kadang membuat kesalahan dimana ISR (Izin Stasiun Radio) untuk penggunaan frekuensi radio belum diterbitkan, tetapi menara sudah dioperasikanlisasikan. Tradisi kesalahan yang kini sudah berkurang jauh ini tidak boleh diteruskan dengan dalih untuk tujuan kualitas layanan telekomunikasi, karena kualitas layanan pun harus diutamakan dengan tetao mematuhi ketentuan lain yang berlaku.
Pada hakekatnya, Departemen Kominfo sangat kooperatif untuk memfasilitasi setiap penyelesaian masalah menara telekomunikasi yang dipertentangkan antara Pemda dengan penyelenggara telekomunikasi, sebagaimana yang pernah terjadi antara ATSI dengan Pemda DKI Jakarta beberapa waktu lalu . Di samping itu, pada saat ini Departemen Kominfo bersama Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum dan BKPM sedang memfinalisasi SKB yang berkaitan dengan pembangunan menara telekomunikasi, akan tetapi isinya tetap di antaranya mengacu pada Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008.
http://www.postel.go.id/info_view_c_26_p_837.htm
No comments:
Post a Comment